Bismillahirrahmaanirraahiim...
Sedikit berbagi cerita berisi nasehat
bagi kita, pada tanggal 24/08/2014 terjadi peristiwa yang sepertinya sedikit
menguras perhatian dan kekesalanku pada diri sendiri. Bagaimana tidak, hewan
pun tidak akan jatuh pada lubang yang sama. Tetapi sungguh aku manusia yang
lemah (namun sering merasa sombong), aku kembali khilaf, teledor, dan naas ketika harus kehilangan titipan uang orangtua
untuk adek-adekku di Medan.
Peritiwa pertama terjadi ketika
aku baru saja menginjak tanah Jakarta. Dari stasiun gambir, aku menaiki KOPAJA
menuju stasiun Tanah Abang untuk menyambung naik kereta api. Disitulah secara
tidak sadar aku kehilangan smartphone dari sakuku. Sungguh terhipnotis. Aku menyadarinya
setelah turun dari kopaja tersebut. Sementara pelakunya sudah turun terlebih
dahulu, tidak lama setelah barang yang mereka incar didapatkan. Namun kejadian ini
tidak terlalu kupusingkan. Dengan sedikit upaya, aku mencoba ikhlas merelakan
smartphone-ku tersebut yang nilainya tidak terlalu besar.
Peritiwa kedua, sungguh sesak di
dada ketika tersadar bahwa aku terhipnotis 3 orang oknum di angkot 07 menuju
Aksara, Medan. Pelajaran yang amat berharga. Bukannya tidak pernah mendengarkan
nasehat orang-orang bahwa harus berhati-hati dengan orang yang tidak dikenal,
terutama ketika berada di fasilitas publik, jangan sembarang ngobrol. Namun aku
menganggap enteng saran tersebut. Kini
baru terbukti bahwa nasehat itu memang sangat nyata adanya.
Setibanya di Medan pagi hari, aku
dan penumpang lainnya turun di loket (pool)
CV. Padang Bolak di Jl. SM.Raja. Karena lapar, aku pun sarapan di rumah makan
tempat loket Bus tersebut. Setelahnya, aku bergegas menyeberang jalan untuk mencari angkot menuju Aksara
sambil membawa koper yang berukuran cukup besar. Sedikit bertanya-tanya kepada
orang sekitar, akhirnya aku tahu angkot 07 berwarna kuning dapat mengantarkanku
sampai Aksara. Lalu aku pun me-nyetop
salah satu angkot 07. Disinilah peristiwa naas itu terjadi. Dan aku sangat
ingat betul trik penipu/penghipnotis/pencuri yang mencari mangsa di angkutan
umum yang kualami saat itu. Saat itu semua pelaku adalah 3 orang laki-laki dan
berperawakan kebapakan.
Sesaat setelah menaiki angkot 07,
berselang 1-2 menit kemudian naik lah seseorang yang tidak terlalu
mencurigakan. Orang pertama (Or-1) berambut agak panjang menjulur ke leher,
terlihat seperti orang perantau namun kalem. Saat itu aku belum curiga sama
sekali. Namun 1 menit kemudian, naik lah seseorang bapak (Or-2) berkulit gelap,
memakai kaos berkerah berwarna belang-belang dan mengenakan lobe/peci putih
namun tidak rapi. Wah dalam hati aku sudah tidak merasa nyaman karena aku paham
betul seseorang yang terbiasa mengenakan lobe/peci tidak akan serampangan/asal-asalan.
Posisi saat itu mau tidak mau mengharuskanku mengambil tempat duduk di sudut
angkot karena membawa koper. Si bapak berlobe/peci tadi langsung mengambil
tempat duduk persis di depanku, sementara orang pertama tadi ada disebelah
kanannya.
Belum terjadi diskusi saat itu. Namun sekitar 1 menit berikutnya, naiklah orang ketiga (Or-3) bertubuh gemuk, kulit gelap, memakai baju kemeja, menyandang tas kantor dan langsung saja mengambil tempat duduk persis sebelah kiri-ku. Aku terpojok, aku dihimpit olehnya dan aku benar-benar sangat tersudut. Belum lagi koper yang kutaruh didepanku semakin menambah sensasi sempit di angkot tersebut.
Belum terjadi diskusi saat itu. Namun sekitar 1 menit berikutnya, naiklah orang ketiga (Or-3) bertubuh gemuk, kulit gelap, memakai baju kemeja, menyandang tas kantor dan langsung saja mengambil tempat duduk persis sebelah kiri-ku. Aku terpojok, aku dihimpit olehnya dan aku benar-benar sangat tersudut. Belum lagi koper yang kutaruh didepanku semakin menambah sensasi sempit di angkot tersebut.
Meraka pun memulai dramanya.
Koper yang semula didepanku digeser
menjadi persis berada diantara Or-1 dan Or-3, karena si Or-2 merasa koper
tersebut menimpa kakinya sehingga Aku dan Or-2 tidak terhalang oleh koperku
tadi. Setelah itu, Or-2 (bapak berlobe/peci) beraksi dengan modus mengeluarkan
selebaran-selebaran kecil yang berisi tulisan promosi pengobatan alternatif
yang dapat mengobati penyakit kronis, dan dibagi-bagikannya ke Or-1, Or-3 dan
Aku. Sebenarnya malas sekali menerima selebaran promosi yang begituan. Tetapi karena
duduk persis di depanku, aku terima begitu saja. Bagiku yang lulusan S1 Fak.
Kesehatan Masyarakat USU tidak semudah itu langsung percaya metode pengobatan
yang begituan. Apalagi selebarannya sangat tidak menarik dan hanya berwarna
hitam putih (a.k.a fotokopi-an). Ok, aku terima selebarannya dan hanya
kupegang. Mulailah Ia berpromosi lewat bicara,
“Kami dapat mengobati berbagai
penyakit dengan metode penyembuhan bla...bla..bla”.
Aku cuek aja.
Or-1 terlihat berminat dan sok asyik, lalu ngomong, “Alamatnya dimana Pak?, bisa
untuk wanita juga kan?”
“Oh bisa, bisa Pak”.
Lalu aku kaget, tiba-tiba Or-2 ini malah nanya ke aku dengan gaya sok akrab:
‘Dari mana Bang”
(aku diam aja)
“Saya bisa memeriksa abang punya
penyakit atau tidak. Sudah berumur berapa sekarang?”,
Mungkin karena sifat dan
karakterku yang mudah akrab dengan orang, sekalipun baru dikenal, akhirnya aku
menjawab, “Tebak lah umur berapa?, lagian
aku masih muda. Belum ada penyakit serius”.
Sungguh sial/naas, aku pun
terpancing juga dalam obrolannya.
“Coba sini tangan Abang aku
periksa”,
Langsung dia pegang tanganku yang
masih memegang koper.
“Udah, gak usah Pak. Gak Perlu”,
jawabku.
Tapi tetap saja dia kusuk jemariku.
Lalu Aku tarik jemariku, namun tangannya liar mengusuk kakiku sebelah kiri.
Denyut nadiku bergemuruh. Berusaha
aku hindarkan kakiku, dan kulepaskan tangannya. Namun karena posisi tersudut,
Dia kembali mudah menjangkaunya. Aku benar-benar jadi mangsa, jadi bulanan
mereka. Sempat aku berdoa kepada Ilahi Rabbi
di dalam hati agar terhindar dari niat jahat orang. Namun ntah kenapa pikiranku hanya fokus pada
koper di depanku, kedua ponsel di saku kiri dan kanan celana. Tetapi mengabaikan
saku kiri belakang celanaku yang aku sisipkan uang sebanyak 5jt rupiah. Tidak terpikirkan
sama sekali olehku.
Sementara penumpang lain acuh
tidak acuh memerhatikanku. Aku heran, tidak sedikitpun mereka tergerak
menolongku. Apalagi supir angkot, yang kuat dugaanku sebenarnya bekerjasama
dengan oknum pelaku hipnotis ini, hanya asyik mengemudikan angkot ke depan.
Masya Allah, memang sungguh naas.
Sekitar setengah menit Or-2 ini meraba-raba kaki kiriku. Akupun tidak sadar
bahwa uang 5jt telah raib dari saku belakangku. Aku tidak tahu persis siapa
yang mengambilnya. Apakah si Or-2 atau si Or-3.
Aku tidak diajak ngobrol lagi,
namun pikiranku belum juga sadar hingga secara beratur mereka turun dari
angkot.
Angkot berhenti, si Or-2 turun
lebih dahulu, lalu 1 menit disusul Or-3. mereka cepat sekali menjauhi angkot
tersebut. Agaknya ada seorang penumpang yang mulai curiga dengan gerak gerik turunnya
mereka.
‘Hei Bang, coba cek kantong dulu.
Ada yang hilang gak?”, tanyanya ke arahku.
Baru aku tersadar.
Aku periksa, ternyata benar. Uang
di kantong belakangku hilang. Aku panik.
“Wah...aku kirain tadi itu teman
abang. Lain kali gak usah mau diajak ngobrol sama orang yang gak dikenal”,
tambahnya.
Penumpang lain pun spontan, “Stop Bang supir, berhenti. Ada yang
kecurian ni”, kata penumpang lainnya.
Suasana isi angkot berubah jadi
panik, takut dan bercampur iba melihatku. Angkot berhenti.
“Kejar bang sebelum jauh orangnya”,
seorang pemumpang lain menyarankanku.
Aku buru-buru turun, namun aku
tetap ingat koper yang kubawa. Karena penumpang angkot agak ramai, aku kesusahan
menurunkan koper, dan tentu saja sedikit memperlamaku untuk turun.
“Udah kejar aja langsung Bang,
gak usah bayar angkot lagi. Cari aja becak”,
Aku gak tahu lagi siapa yang
mengatakannya. Tapi karena aku sudah terbawa panik, aku turuti saja saran itu. Angkot tersebut kemudian bergerak
maju. Aku tungguin sesaat becak yang mau melintas ke arahku. Aku hentikan seorang
abang becak.
“Bang, bisa putar balik. Aku kena
hipnotis nih. Sekitar semenit yang lalu”
“Oh, iya Bang. Ayok...!”, jawabnya
serius sambil membantuku menaikkan koper.
“Berapa kena Bang”, tanyanya.
“Aduh sial kali bang. Kenapa aku
gak sadar ya. 5jt Bang...” jawabku.
“Lumayan Bang, ke arah mana”.
Aku menujukkannya ke arah persimpangan dekat dengan stasiun Bus Batang Pane Baru. Namun tidak terlihat lagi. Kami putar lagi becaknya, melihat ke sekeliling untuk kedua kalinya. Namun mereka berdua tidak tampak lagi.
Aku menujukkannya ke arah persimpangan dekat dengan stasiun Bus Batang Pane Baru. Namun tidak terlihat lagi. Kami putar lagi becaknya, melihat ke sekeliling untuk kedua kalinya. Namun mereka berdua tidak tampak lagi.
Sekiranya aku sedikit tenang
sedikit saja, tentu aku tidak melupakan Or-1 yang masih dalam angkot. Dari Or-1
ini bisa saja aku mintai keterangan dan menuduhnya mau merampokku. Aku menduga
dia mengincar koper yg kubawa. Berharap aku terbawa panik dan meninggalkan
koperku dalam angkot. Tapi untung saja aku masih memegang erat koper ku. Dan di
saat panik pun, aku masih kepikiran
koper tersebut. Lemas, lesu, kesal, murung, sedih
yang luar biasa tiba-tiba menyeruak ke dalam pikiranku. Lunglai terasa.
"Udah lah bang, gak nampak lagi. Abang
antar aja aku ke Jl. Pancing III. Berapa bang?”, tanyaku. Setelah deal dengan tarifnya, kami pun jalan.
Si abang becak mencoba meredakanku.
Dia ceritakan bahwa Amplas dan Pasar Sambu merupakan kawasan paling rawan akan
peristiwa yang baru saja kualami.
“Aku sebenarnya tahu Bang orang-orangnya,
ya tahu sekedar gitu lah. Dari pakaian mereka, tampang mereka, sedikit
mencurigakan.tapi gak enaklah main tuduh aja. Nanti berantam pula bang.”, dia
menjelaskan.
Aku pun meng-iyakan dalam hati. Karena
benar, orang-orang yang berprofesi seperti itu hanya bisa dihakimi saat
tertangkap tangan sedang melakukan aksinya. Atau paling tidak kita punya bukti
kuat akan barang yang diambilnya.
Sepanjang jalan dia juga
menceritakan beberapa peristiwa yang langsung dia lihat. Salah satunya tentang seorang
wanita tidak sadar ketika ada seorang pria meraba-raba payudaranya dengan
leluasa. Na’udzu billah....tsumma na’udzu
billah....
Jadi begini,
Dari pengalamanku di atas aku mau
memberi poin-poin penting, dimana ini juga akan selalu kuingat seterusnya sejak
peritiwa tersebut menimpaku :
Ä KALAU ADA BARANG BAWAAN, APALAGI YANG MENCOLOK
SEPERTI KOPER DAN TAS BESAR, USAHAKAN TIDAK MENAIKI KENDARAAN PUBLIK. NAIKI
SAJA TAKSI, ATAU CUKUP BECAK. ATAU MINTA DIJEMPUT OLEH KERABAT, TEMAN DEKAT,
DLL.
Ä
JANGAN LETAKKAN DOMPET/UANG DI SAKU BELAKANG
KETIKA MENAIKI KENDARAAN PUBLIK, DAN BERADA DI FASILITAS PUBLIK LAINNYA
(TERUTAMA ANGKOT). ATAU BIAR LEBIH AMAN, CUKUP PEGANG SAJA UANG UNTUK BAYAR
TARIF ANGKUTAN, DAN SELEBIHNYA DISIMPAN DALAM TAS. DAN TAS TERSEBUT LETAKKAN
PERSIS DI DEPAN KITA.
Ä USAHAKAN TIDAK MEMBAWA UANG CASH (KONTAN).
BIASAKAN MEMBAWA DAN MENGIRIM UANG LEWAT REKENING (ATM).
Ä JANGAN SEKALI-KALI MAU DIAJAK NGOBROL OLEH
SESEORANG YANG TIDAK DIKENAL KETIKA BERADA DI FASILITAS PUBLIK. (ABAIKAN SAJA).
Wah turut prihatin rahas, udah dua kali ya? Terima kasih udah share pengalamannya, bisa jadi masukan untuk tetap berhati-hati ditempat umum. Semoga Allah membalas perbuatan mereka
BalasHapusIya sobb, naas memang.
HapusDiambil hikmah nya aja lah. Mana tahu masih kurang dalam bersedekah selama ini. ;-)