Sangat sulit untuk menemukan motivasi jika anda dalam keadaan
tertekan. Maka dari itu Hilangkan beberapa perasaan negatif dalam diri anda. | @kata2bijak
Dalam menghadapi masalah biasanya kita lebih fokus pada kesulitan diri
sendiri daripada solusi penanganan masalah itu sendiri. | @PsikologID
23 maret 2014 00.06 WIB
Kini aku hampir berada di jurang keputusasaan, lemas, lesu, sangat
tidak semangat. Hilang gelora yang menjadi bahan bakar aktivitasku. Kalut,
sekarang yang ada “hidup segan, mati tak mau”. Nilai, niat suci, kebiasaan baik, dan semua hal positif telah aku coba
latih beberapa bulan yang lalu -ketika kaki baru beberapa minggu menapaki kota
Semarang-, kini sirna, hangus atau tercemar dengan polusi kendali emosi yang
lepas kandang.
Saat itu kuberjuang demi Rabb-ku, demi cita-cita, demi si belahan
hati, demi keluarga dan demi hal baik lainnya. Ku training hati, jiwa dan fisik untuk mempersiapkan sebisa mungkin
menuju yang dicitakan. Namun ada saja alasan diri untuk menerima atau melawan
dinamika yang ada. Aku jatuh terperangkap dalam kekecewaan yang dalam. Memilih betah
memberontak bisikan hati yang begitu murni. Memaksakan diri asyik dalam
kesunyian dan kesendirian. Aku pilih aku begini....
Siapa lagi yang lebih bisa memahami mu selain keluarga? lalu bagaimana
rasanya ketika keluarga mempermainkan niat baik mu?
Si belahan hati, bagaimana rasanya menyadari diri bahwa kamu hanya
bisa menyakitinya saja? Memberi harapan yang tinggi lalu membantingnya dengan
ketidakpastian. Bahkan jika kamu memang tega melakukan kontak fisik untuk
melampiaskan amarah mu?. Tolong jelaskan padaku jika kamu merasakan itu?
Karena kalau aku sendiri, kini menjadi mayat berjalan. Tanpa ruh,
perhatian maupun suntikan dukungan. Aku berjalan tanpa arah yang pasti. Mengikuti
aliran waktu. Berpasrah total menyerahkan diri pada lalu lintas kehidupan semu,
full hopeless...
Karena kalau aku sendiri, kini merasa santai melepaskan ‘dia’ wanita
hebat yang berhak bahagia tanpa melalui aku. Aku mengenali diriku yang akan
membuatnya kecewa nanti bila tetap lanjut bersama. Melepasnya demi
kebahagiaannya, atau agar sekedar tak merana....
Dua ‘tweet’ di awal tulisan tadi sangat aku banget. Tapi untuk
menghilangkan kecewa ini, aku tidak yakin segera. Memerlukan waktu yang
tidak pasti meredakannya sedikit demi sedikit. Sebenarnya aku juga gak yakin
bakal hilang, karena secara sadar aku memutuskan membiarkan diriku terlarut hanyut,
pontang panting, tergopoh-gopoh,
tersesat dalam lika-liku efek emosional itu sendiri.
Usah kasihani aku. Karena aku tak berbelas kasihan juga. Aku melalui waktuku dengan skenario yang sudah tertulis koq, jadi ngapain juga aku harus stress merencanakan atau mempersiapkan
ini-itu lagi. Terserah kalau ini salah, biarkan saja aku siuman menuju kegilaan
jiwaku...