Well, kali ini bercerita watak atau bisa dibilang sifat/karakter suku Jawa.
Alhamdulillah...sebelumnya segala puji bagi Allah yang mengizinkan hamba-Nya menimba ilmu di perantauan. Ya.... Aku melanjutkan studi Pasca Sarjana di Semarang, Jawa Tengah. Tepatnya di Universitas Diponegoro (UNDIP). Dan yang membuat bibir dan hati ini semakin bersyukur pada-Nya adalah karena aku menjalani studi ini dengan beasiswa dari Dikti (Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan).
Alhamdulillah....alhamdulillah....alhamdulillah.....
Sebenarnya aku tidak terlalu terkejut dengan suku dan budaya setempat. Karena di Sumatera Utara, aku juga tumbuh besar di lingkungan transmigrasi dimana kebanyakan teman-teman kecilku adalah bersuku Jawa. Bahkan parahnya, aku sempat kikuk/terbata-bata mengucapkan bahasa daerah ku sendiri...
Alhamdulillah...sebelumnya segala puji bagi Allah yang mengizinkan hamba-Nya menimba ilmu di perantauan. Ya.... Aku melanjutkan studi Pasca Sarjana di Semarang, Jawa Tengah. Tepatnya di Universitas Diponegoro (UNDIP). Dan yang membuat bibir dan hati ini semakin bersyukur pada-Nya adalah karena aku menjalani studi ini dengan beasiswa dari Dikti (Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan).
Alhamdulillah....alhamdulillah....alhamdulillah.....
Sebenarnya aku tidak terlalu terkejut dengan suku dan budaya setempat. Karena di Sumatera Utara, aku juga tumbuh besar di lingkungan transmigrasi dimana kebanyakan teman-teman kecilku adalah bersuku Jawa. Bahkan parahnya, aku sempat kikuk/terbata-bata mengucapkan bahasa daerah ku sendiri...
Alaale’ baya (bahasa
mandailing – hampir sama maksudnya dengan kecian de loe....). hehe
Postingan ini bukan bermaksud rasis, tapi
sebenarnya lebih kepada deskripsi orang-orang bersuku jawa namun bersifat
subjektif. Silahkan saja bila berlainan pendapat. Karena ini murni menurut pendapat pribadi juga. So,
keep calm ya.....
Di kampung ku sendiri, orang jawa memang terkenal
ulet dan telaten. Apa aja kerjaan bakal dilakuin buat menyambung nyawa. Gak ada
gengsi sedikit pun. Selain itu mereka ini memang terkenal ramah. Gak heran
kalau sedikit ditegur saja mereka langsung merespon “ngge, monggo, nuwun sewu,
dan lain-lainnya”, itu saking ramahnya.
Namun tidak tahu mengapa, beberapa orang aku dengar
pernah mengatakan kalau orang jawa itu sifatnya lembut di depan, tapi beda di
belakang, bak ular berkepala dua gitu. Tapi ini perlu diklarifikasi lagi. Gak boleh
juga kita berprasangka buruk sama mereka. Kalau aku justru menanggapi sifat
yang gituan ada bagusnya. Mereka pandai menjaga perasaan orang dengan tidak
menyampaikan langsung hal-hal buruk didepannya. Di kampungku
kebanyakan orang langsung ketus aja menyampaikan uneg-uneg yang tidak dia sukai
sama orang lain. Agak kontras gitu lah....
Nah....ada satu lagi sifat yang buat aku segan
sekaligus kagum sama orang jawa, terutama dosen atau mahasiswa jawa di
sekitaran Undip. Sejauh yang aku amati, para pria nya alim-alim bukan main. Terlepas
apakah mereka orang Semarang asli atau pendatang dari Kota sekitaran Semarang.
Itu
lho....atsaris sujuud (bekas sujud berwarna gelap di dahi) nya yang khas
banget. Bukan hanya satu dua orang, tapi kebanyakan dari mereka. Bukan dosen
atau mahasiswa aja, tukang sate juga. Subhaanallah.....
Kalau sudah melihat mereka-mereka ini, dalam hati
ada keirian yang teramat sangat. Dan tak jarang bergumam “wah.....cemen aku
ini. Gak seberapa diriku dibanding orang-orang ini”. Hehe. Serius lho....
Belum lagi kalau aku jalan-jalan ke perpustakaan, lihat
biodata pengarang/penulis buku sebahagian besar adalah mereka yang bersuku jawa. Ajib..ajib....kagum kali lah....
Tulisan ini bisa jadi tamparan keras buat suku
batak, khususnya diriku sendiri. Walau mereka sebenarnya tidak lepas juga dari
kekurangan dan kealpaan. Tetapi, semoga tulisan ini bisa menginspirasi
siapapun untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. That’s it !
Semoga betah di Semarang ini untuk 2 tahun
selanjutnya. Dan menjadi bagian dari kumpulan semangat hidup
manusia lainnya. [jauh berjalan, banyak dilihat]
Salam bloggers........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar