Kejadiannya
kemarin sore, persis di depan Sun Plaza Medan.
Sebelumnya,
aq dibantu “adiq” ngmabil sampel penelitian seharian. Mulai dari Simpang pos
padang bulan, ke Arah Amplas, terus ke Aksara dan terakhir di dekat Komplek TASBI
setia Budi.
Tidak
ada kesulitan sewaktu ngambil sampel, Cuma pas di Aksara aja ada sedikit
kecurigaan kami ma penjual gorengan. Awalnya kami bersapa ramah dan santun ma
penjualnya, tapi ketika kami hendak meminta sampel minyak gorengnya, kelihatan
dech raut wajah nolaknya.
maaf…
maaf ya Mas…
maaf ya Mas…
Ga
bisa, Maaf…
Berulang
kali kata itu Ia ucapkan.
Hwuhhh…aq
pun capek memintanya. Padahal di awal aq sudah jelasin sich apa tujuan
wawancara dan ia Ngge’ ngge wae (kata
orang jawa).
Ya kontan
aja aq dan si “adiq” curiga berat ma dagangan si ‘Mas’ itu. Masa’ minta minyak
goreng yg digunakannya sedikit aja gak dia kasih. Pasti ada apa2 kan???
Tapi sudah
lah, aq males perpanjang buruk sangka pada ‘Mas’ ini.
Nah…sepulang
dari sana, kami memilih jalan yang ngelewati pasar Hindu dekat Kesawan.
Tiba-tiba
aja, ketika melintas depan Sun Plaza kami dihadang ma Pak Polisi.
“Silahkan
pinggir Pak..!”
“Ada
apa ya Pak, ada yang salah?”
“Kenapa
Bapak tidak menghidupkan lampu utama di siang hari?”
Aq
terkejut, memang lampu depan sepeda motorku lagi rusak dan yang bisa menyala hanya
lampu kecil disampingnya. Padahal niatku ada untuk menghidupkan lampu utama.
“ya
kan kami memang hidupin lampu utama Pak, cuman ini lagi rusak aja?”, aku
bersikeras.
“Bapak
kan bisa hidupin lampu tembak jauh?”, tampiknya.
“oh
gitu ya Pak, asal Bapak tahu aja ya, waktu kami hidupin kayak gitu kami ditegur
juga ma Pak Polisi di depan Palladium Supermall. Jadi gimana tuh?”, balasku.
‘begini
Pak, yang betul itu yang lampu utama dihidupkan”, ia ngotot.
“Jadi
Bapak Polisi yang depan Palladium itu salah donk Pak?, katanya silau kalau kami
hidupin lampu tembak?”. Aq juga tambah ngotot.
“iya,
itu salah”.
Hampir
setengah memaki aq dalam hati dengan sikap polisi Indonesia, khususnya Kota
Medan yang berbeda-beda gini. Yg ini berkata begini, yg itu berkata begitu,
ntah mana yg dituruti.
Kemudian
Bapak polisi itu menilang aq, aq yang sudah terlanjur terbawa emosi sedikit pun
malah menyuruhnya mencatat cepat. Aq sudah tak sabar menuju pengadilan lalu
lintas dan ingin membeberkan sikap polisi yang tak seragam dalam bersikap.
Jelas
saja itu merugikan kendaraan bermotor yg lagi lewat.
Sebenarnya
aq melihat dia mau menawarkan sesuatu,
“Begini
Pak, maunya…….?”,
“udah..cepat
aja tulis Pak!”, Kataku pada polisi itu.
Aq sudah
menduga bakal ditawari titip denda tilang.
Aq dah
bosan kayak gituan. Aq pengen sesekali hadir di Pengadilan. Seperti apa rasanya.
Si “Adiq”
menguatkan aq,
“iya
Bang, gak papa. Adek tahunya kek mana keadaan waktu sidang nanti. Halah….main-mainnya
itu. Gak serius pengadilannya”, katanya.
“adek
usahain temani abang kesana nanti, gak usah khwatir Abang. Kalau memang benar,
pengadilan akan bebaskan nanti”, tambahnya.
Dalam
hati aku berucap sendiri, “iyalah…, biar tahu juga kek mana waktu sidang di
pengadilan gitu. Sekalian pengen ngomong ma Pak Hakim.”
Kami pun
berlalu dari tempat pos Pak polisi itu, SIM-ku ditilang.
Dan kami
sidang tanggal 22 Juni nanti.
Ntar
aq share juga kek mana aq usahain untuk dapatkan SIM itu lagi.
(sstt…”Bang,
Adek ada ide. Tenang aja”, ucap si ‘adiq’ setengah berbisik)
Oke,
cukup segitu aja dulu.
Kami dah
rencanain sesuatu.
Ntar di
postingan selanjutnya aq kasih tahu deh.
Masih
rahasia, dan belum tahu tingkat keberhasilannya.
So,
untuk teman2 yang berpengalaman pernah ditilang, sesekali gak usah mau titip
denda tilang begitu saja. Coba donk sesekali ikut pengadilan. Biar tahu gimana?
Seandainya
pun nanti tetap bayar denda, itu jauh dari permintaan polisi matre yang biasa
hentikan pengendara di jalan-jalan besar.
Dan aku
mau coba buktikan itu….